Subrosa Poems's Blog
Sub Rosa Poems

Saturday, February 02, 2008

Okay, okay..it's been a while..or maybe it's been a year! Apa mau dikata, bukannya tidak niat mengupdate tapi Wisata Belanja kemarin benar-benar menguras tenaga. Sekarang, setelah selesai kontrak dengan Trans 7 dan kembali pada aktivitas mengajar, saya menemukan kerinduan yang amat sangat dengan dunia yang tak pernah bisa total saya tinggalkan. Bahkan sekembalinya saya menetap di Jakarta, ada sebuah puisi dari Kurnia Effendi yang dimuat di Kompas, katanya itu hadiah untuk saya.

Kurnia Effendi

Mata Kata

+ Aurelia Tiara Widjanarko

Bertahun-tahun kuraut kata hingga langsing dan runcing. Bertahun-tahun kugurat halaman buku, mabuk dan mengigau sepanjang waktu. Bertahun-tahun mengitari panggung, menari seperti kurcaci lupa diri. Mewarnai gugusan peristiwa dengan sejumlah cinta dan lara. Bertahun-tahun membangun jembatan, antara satu bukit dan bukit berikutnya, dengan kata- kata. Bertahun-tahun jumawa di atas kuda kata-kata, berlari kencang tanpa menoleh lagi.

Lalu, pada sebuah tarikh muda, engkau lahir dari sunyi perigi bermata air kata, jernih
dan bercahaya. Lalu engkau bangkit dari abu unggun yang menyala semalam suntuk
membakar kayu kata-kata. Mata beningmu membaca semua kata dari setiap benang sari dan udara yang mempersinggahkan pada putik, menjadikannya tunas buah. Lalu engkau memeras perih kata dari tangkai zaitun, menyulingnya menjadi tetes-tetes harum dalam bejana. Tak
ada jejak pada kata-kata dari tempatmu (mungkin) pernah berguru.

Ingin kuhapus kata dari seluruh mantra yang melekat di mulutku. Ingin kuhapus kata
dari jubah dan terompah yang pernah kuajak mengembara. Ingin kuhapus kata dari mimpi
dan nyanyian yang bertahun-tahun memenuhi tidurku. Ingin kembali hening, menghilang dari suara, bersembunyi di balik cadar riuh rendah kata-kata. Pura-pura tak pernah mengenal kata yang bertahun-tahun meriwayatkan rahasiaku sebagai seorang kelana.

Dengan sepasang mata, kau berkata-kata. Mata sebening kaca, kaca sebening kata.
Dalam matamu, kata selalu berkaca. Mencari bayang-bayang simetri, sudut tersembunyi,
runcing dan bening. Pendar cahaya matamu menyusun kata-kata yang berkaca-kaca. Kata-
kata yang tidak menaruh dendam pada kaca, tempat mata memandang. Kaca yang senantiasa memantulkan kata-kata ke dalam mata.

Aku percaya: hanya dari lesung pipimu, tersenyum setiap kata
Dan matamu adalah genangan kata-kata sebening kaca

2007

Nah loh! Luar biasa banget kan tuh puisinya. Emang beda deh yang udah katam hehehe..denger-denger juga banyak anak Apsas yang sms beliau karena mengiri katanya. Ah, bisa saja..tapi sungguh, nampaknya saya memang pantas berbangga hati, karena bisa sedikit menginspirasi kakakku itu.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home