Komentar pembaca Sub Rosa Poems
Gratiagusti Chananya Rompas (komunitas Bunga Matahari) :
Tiara membangun bait-baitnya dengan diksi yang begitu pribadi sehingga membaca kumpulan puisi ini membuat saya merasa seperti sedang mengintip catatan rahasia orang lain. Lewat penggunaan imaji yang mudah dicerna tanpa menjadi klise, Tiara mengajak kita untuk mengunjungi perasaan yang pernah singgah di hati. Mengingat kembali gejolak yang pernah membuatnya berdenyut juga meradang. Membuka kenangan bahkan luka lama. Oleh karena itu, saya jadi curiga, bukannya sedang berbicara tentang emosi-emosinya sendiri, Tiara justru ingin membongkar rahasia kita. Tidak perlu merasa kecolongan karena menurut saya, inilah salah satu keajaiban puisi. Ia mampu menggelar perbincangan tentang hal-hal yang paling intim tanpa harus mengundang ketidaknyamanan, dan inilah yang terjadi dalam puisi-puisi Tiara. Ya, Sub Rosa membebaskan rahasia tetapi tetap menjaga pintumu terkunci.
Peggy Melati Sukma :
Tak perlu menunggu lama..22 menit sudah berlalu. Penghujung buku ujung kukuku...ahh, mengapa waktu begitu pesat bergerak? Ku sesali 22 menit itu. Ku sesali karena sedang kurasakan indah..sedangku termangu seperti menatap Firdaus yang berpelangi, kadang menimbulkan kejut yang asyik..kerjap tak percaya..walau juga kerut tak sefaham dan beberapa tak membongkar rasaku...ujung kuku membuka lembar terakhirmu.
WHATTTT? 23 THN HIDUPMU DI BUMI? Dan indahmu telah menantang, memaksa untuk meresap, menjalar, menggetar, melegakan sukma? Duhai, Sang Indah ciptaan indah pencipta yang indah...semaikan terus kepedihan menjadi indah, kegalauan menjadi kesan, kebimbangan menjadi pesan dan kemenangan menjadi rendah hati..krn kau adalah INDAH dan SEJUK yang telah lama dinanti BUMI..maka berdirilah di atasnya dengan KOKOH tanpa kehilangan GEMULAI mu. Wahai Bumiiiiii...SELAMAT ATAS PEROLEHAN KELAHIRAN YANG INDAH INI...
Ingrid Widjanarko :
Menulis adalah terapi jiwa, keseimbangan emosional dan rasio. Walaupun Tiara menunjukkan sikap hati-hati di dalam perjalanan hidupnya, namun yang terbias di balik lirik-liriknya, tetap dapat ia sampaikan dalam tutur yang indah dan puitis. Setiap generasi melahirkan expansi gaya tata bahasa, maupun gaya metafora. Tiara adalah salah seorang wakil generasinya, yang kadang dapat memberi inspirasi bagi, generasi sebelum atau sesudahnya.
Ketika seseorang sudah berani menulis, dan sudah berani membagi tulisannya, maka akan terasahlah isi benak yang masih bertumpuk. Hingga menulis jadi sebuah keindahan, yang tak kan pernah berhenti. Terus berkarya!
Jajang C. Noer :
Katanya seorang romantis tidak realistis dan seorang realistis tidak mungkin bisa romantis. Tapi Tiara menjumpalitkan pendapat itu. Puisi-puisinya realistis romantis, dan menginspirasi kita untuk merasakan sesuatu yang lain di baliknya. Kesedihan tidak jadi duka, kebencian dia jadikan sebuah lelucon, tapi bisa kita rasakan keresahannya.
Catatan : saya pernah dua kali membacanya (puisi milik Tiara) di depan temu nasional aktivis perempuan Indonesia.
Gratiagusti Chananya Rompas (komunitas Bunga Matahari) :
Tiara membangun bait-baitnya dengan diksi yang begitu pribadi sehingga membaca kumpulan puisi ini membuat saya merasa seperti sedang mengintip catatan rahasia orang lain. Lewat penggunaan imaji yang mudah dicerna tanpa menjadi klise, Tiara mengajak kita untuk mengunjungi perasaan yang pernah singgah di hati. Mengingat kembali gejolak yang pernah membuatnya berdenyut juga meradang. Membuka kenangan bahkan luka lama. Oleh karena itu, saya jadi curiga, bukannya sedang berbicara tentang emosi-emosinya sendiri, Tiara justru ingin membongkar rahasia kita. Tidak perlu merasa kecolongan karena menurut saya, inilah salah satu keajaiban puisi. Ia mampu menggelar perbincangan tentang hal-hal yang paling intim tanpa harus mengundang ketidaknyamanan, dan inilah yang terjadi dalam puisi-puisi Tiara. Ya, Sub Rosa membebaskan rahasia tetapi tetap menjaga pintumu terkunci.
Peggy Melati Sukma :
Tak perlu menunggu lama..22 menit sudah berlalu. Penghujung buku ujung kukuku...ahh, mengapa waktu begitu pesat bergerak? Ku sesali 22 menit itu. Ku sesali karena sedang kurasakan indah..sedangku termangu seperti menatap Firdaus yang berpelangi, kadang menimbulkan kejut yang asyik..kerjap tak percaya..walau juga kerut tak sefaham dan beberapa tak membongkar rasaku...ujung kuku membuka lembar terakhirmu.
WHATTTT? 23 THN HIDUPMU DI BUMI? Dan indahmu telah menantang, memaksa untuk meresap, menjalar, menggetar, melegakan sukma? Duhai, Sang Indah ciptaan indah pencipta yang indah...semaikan terus kepedihan menjadi indah, kegalauan menjadi kesan, kebimbangan menjadi pesan dan kemenangan menjadi rendah hati..krn kau adalah INDAH dan SEJUK yang telah lama dinanti BUMI..maka berdirilah di atasnya dengan KOKOH tanpa kehilangan GEMULAI mu. Wahai Bumiiiiii...SELAMAT ATAS PEROLEHAN KELAHIRAN YANG INDAH INI...
Ingrid Widjanarko :
Menulis adalah terapi jiwa, keseimbangan emosional dan rasio. Walaupun Tiara menunjukkan sikap hati-hati di dalam perjalanan hidupnya, namun yang terbias di balik lirik-liriknya, tetap dapat ia sampaikan dalam tutur yang indah dan puitis. Setiap generasi melahirkan expansi gaya tata bahasa, maupun gaya metafora. Tiara adalah salah seorang wakil generasinya, yang kadang dapat memberi inspirasi bagi, generasi sebelum atau sesudahnya.
Ketika seseorang sudah berani menulis, dan sudah berani membagi tulisannya, maka akan terasahlah isi benak yang masih bertumpuk. Hingga menulis jadi sebuah keindahan, yang tak kan pernah berhenti. Terus berkarya!
Jajang C. Noer :
Katanya seorang romantis tidak realistis dan seorang realistis tidak mungkin bisa romantis. Tapi Tiara menjumpalitkan pendapat itu. Puisi-puisinya realistis romantis, dan menginspirasi kita untuk merasakan sesuatu yang lain di baliknya. Kesedihan tidak jadi duka, kebencian dia jadikan sebuah lelucon, tapi bisa kita rasakan keresahannya.
Catatan : saya pernah dua kali membacanya (puisi milik Tiara) di depan temu nasional aktivis perempuan Indonesia.